Salah satu upaya orang tua untuk memberikan pendidikan yang terbaik ialah tidak segan untuk memindahkan sekolah anak ke tempat yang baik karena suatu hal, seperti fasilitas di sekolah yang tidak mendukung, nilai akademis, maupun pergaulan di lingkungan sekolah. Namun, orang tua lupa akan ada konsekuensi di dalamnya. Di antaranya adalah dampak negatif yang dialami oleh anak sering berpindah sekolah, seperti berikut.
Kesusahan Menyesuaikan Pergaulan di Lingkungan Sekolah
Anak, sekolah, dan guru merupakan satu paket lengkap yang tidak bisa dipisahkan. Jika anak sering mengalami pindah sekolah, maka anak harus berulang kali menyesuaikan keadaan sekolah, cara bergaulnya dengan teman-teman baru, serta guru-guru yang akan mengajar. Mereka akan cenderung menghindar dan memilih menyendiri karena merasa terasing di lingkungan sekolah yang baru. Terlebih, jika teman-teman yang baru memiliki kesukaan yang berbeda dengan si kecil, otomatis anak akan semakin kesusahan dalam bergaul.
Menurut Dr Swaran Singh, ahli mental dari Warwick Medical School di Inggris, anak akan mudah dalam bersosialisasi jika memiliki karakter teman yang memiliki kecenderungan sama. Mereka akan mudah untuk saling mengenal dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dalam anak. Berbeda, ketika di lingkungan tersebut, anak merasa asing dan seorang diri, rasa dikucilkan akan timbul dan perlahan membuat anak menjauh dari lingkungan sekitar.
Hal terburuknya, anak akan merasa lemah sehingga mudah untuk terintimidasi oleh teman-teman yang merasa lebih superior. Bullying yang diterima dapat membawa anak pada trauma masa kecil dan merusak rasa percaya dirinya secara perlahan.
Anak Harus Berjuang Keras untuk Mengejar Ketinggalan
Tiap sekolah tentu memiliki metode pembelajaran dan standar nilai yang berbeda. Hal ini dapat membuat anak sering berpindah sekolah, mengalami beberapa masalah, terutama dalam nilai akademis. Pertama ada pada pelajaran yang sudah pasti berbeda dari sekolah sebelumnya. Ada kemungkinan anak tertinggal materi dan membuatnya harus ekstra dalam belajar demi mengejar ketertinggalan, agar tidak jauh berbeda dari teman-teman di sekolah yang baru.
Masalah yang kedua ada pada nilai anak. Jika tidak ada dukungan dari orang tua atau para guru dalam membantu anak ketika belajar mengejar ketinggalan, bisa jadi nilai anak turun. Keinginan orang tua yang ingin prestasi akademis anak meningkat ketika memindahkan sekolah bisa jadi gagal dan membuat mereka menekan mental anak untuk terus belajar dan menyusul teman-temannya yang lain.
Akibat dari tekanan tersebut, anak dapat frustrasi dan tidak mudah dalam berkonsentrasi. Hal terburuk yang mungkin saja terjadi, anak akan berusaha melakukan segala cara seperti menyontek demi mendapat nilai bagus, hanya untuk memuaskan keinginan orang tua.
Timbul Gejala Depresi Dini
Salah satu study dalam American Academy of Child and Adolescent Psychiatry mengatakan jika anak yang sering mengalami pindah sekolah dapat menderita gejala psikotik seperti berhalusinasi karena ketakutan akan sesuatu atau mengalami depresi yang akan terus meningkat hingga remaja. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan pada remaja usia 12 tahun yang sering mengalami mobilitas sekolah ketika anak-anak. 60 persen dari mereka mengalami gejala psikotik tersebut.
Begitu pula menurut Prof Swaran Singh, dalam penelitiannya yang melibatkan sekitar 4000 anak berusia 18 tahun, diketahui 185 anak mengalami pindah sekolah ketika kecil sebanyak empat kali lebih. Dari 185 anak tersebut, sekitar 10 persen dari responden mengalami setidaknya minimal satu gejala psikotik seperti delusi. Sementara dari responden yang tidak pernah mengalami pindah sekolah, hanya sekitar 4 persen yang mengalami gangguan psikotik.
Hal tersebut membuktikan jika anak sering berpindah sekolah dapat membawa akibat buruk bagi mental dan emosi anak, yang berakibat gangguan psikotik pada jiwa si kecil. Karena itu, sebaiknya orang tua mendiskusikan terlebih dahulu pada anak, guru, dokter, psikolog jika ingin memindahkan sekolah anak, untuk alasan apa pun.