Mungkin, maksud orang tua baik. Mereka ingin menunjukkan bahwa anak lain bisa jadi inspirasi bagi anak sendiri. Misalnya: teman sekelas sudah pintar menulis, tapi anak sendiri belum. Tapi, tahukah bahwa banyak bahaya membandingkan anak dengan anak lain?
Beberapa ucapan seperti: “Kenapa kamu nggak bisa seperti Kakak yang rajin?” atau “Tuh, teman kamu sudah bisa menulis lancar” malah bisa jadi bumerang. Sebelum keterusan, inilah enam (6) bahaya membandingkan anak dengan anak lain:
Anak bisa stres
Jangan salah, bukan orang dewasa saja yang rentan stres. Pada dasarnya, semua anak ingin menyenangkan orang tuanya. Namun, tuntutan orang tua agar anak menyamai anak lain akan membuat mereka tertekan secara mental. Padahal, kemampuan mereka belum tentu sama.
Anak akan menjadi pemalu dan minder
Ini juga bahaya membandingkan anak dengan anak lain. Anak yang tadinya ceria dan percaya diri bisa mendadak minder dan pemalu. Karena dibuat merasa tidak cukup baik, anak jadi takut melakukan segala sesuatu. Anak juga akan menjadi pribadi yang tertutup. Dia akan merasa dirinya tidak akan pernah lebih baik dari anak lain.
Hal ini juga akan mempengaruhi pergaulan mereka di sekolah. Anak jadi malas berteman gara-gara rasa percaya diri yang rendah. Bagaimana mereka bisa percaya bahwa teman-teman menyukai mereka, bila orang tua sendiri tidak menunjukkan hal serupa? Rasa aman dan percaya diri berawal dari rumah.
Potensi anak sebenarnya bisa tertekan–bahkan terbunuh–gara-gara perbandingan orang tua
Bolehlah orang tua berharap anak segera pintar menulis atau menggambar. Tapi, bagaimana kalau ternyata dia lebih berbakat di bidang olahraga? Setiap anak lahir dengan bakat masing-masing. Alangkah tidak adilnya bila membanding-bandingkan anak dan mengecilkan satu bakat daripada bakat lainnya.
Anak akan memiliki konsep diri yang kacau
Apa jadinya bila anak hidup hanya semata-mata untuk menyenangkan orang lain? Tumbuh dengan konsep diri yang kacau ini merupakan bahaya membandingkan anak dengan anak lain. Mereka akan tumbuh menjadi sosok yang tidak bahagia, karena merasa orang lain selalu kurang puas dengan diri mereka.
Anak akan tumbuh dengan perasaan iri dan benci
Inilah bahaya membandingkan anak dengan anak lain. Bukannya terpacu untuk menjadi anak lebih baik, mereka akan tumbuh dengan perasaan iri dan benci. Mereka akan membenci anak lain yang selalu dijadikan tolak ukur ‘anak sempurna’ oleh orang tua sendiri, baik itu kakak, adik, maupun teman di sekolah.
Dalam beberapa kasus ekstrim, anak akan berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Mereka bisa tiba-tiba memukul kakak, mengganggu adik, hingga menjadi bully di sekolah bagi teman yang dipuji-puji orang tua mereka. Pastinya, tidak ada orang tua yang ingin anaknya seperti ini.
Anak akan menjauh dari orang tua
Selain menjadi minder, pemalu, dan tidak bahagia, anak akan menjauh dari orang tua. Karena merasa tidak diinginkan dan tidak dihargai, hubungan anak dengan orang tua pun memburuk.
Mungkin Anda akan merasa bahwa ini hanya fase sementara. Namun, efeknya baru akan terasa saat mereka dewasa. Mereka menjadi tidak terbuka dan berhenti bercerita. Alangkah sedihnya bila anak berubah menjadi sosok asing bagi orang tuanya sendiri saat dewasa.
Inilah enam (6) bahaya membandingkan anak dengan anak lain. Daripada hanya terus fokus pada kelemahan dan kekurangan anak, fokuslah pada kelebihan mereka. Dukunglah mereka agar mengembangkan bakat mereka. Anak akan berkembang dengan sehat, baik, dan sekaligus bahagia. Mereka akan merasa dicintai.