Tidak ada kata terlalu dini untuk membangun sifat optimis pada anak-anak. Selain memberikan dampak positif jangka panjang terhadap mental dan psikologis, karakter tersebut juga membuat anak lebih tangguh. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa sifat optimis berperan penting dalam membentuk seseorang menjadi pengusaha sukses, memiliki kesehatan yang baik, hidup lebih lama, dan puas dengan hubungan mereka.
Lalu, bagaimana mendorong optimisme pada anak? Lakukan enam cara di bawah ini dan lihat bagaimana manfaat positif terasa hingga ke dalam rumah tangga Anda.
1. Berhenti mengeluh
Fokus pada pikiran negatif adalah sikap pesimis yang sering ditemui di kehidupan sehari-hari. Semakin sering Anda mengeluh tentang masalah keuangan dan betapa beratnya hari di kantor, maka semakin sering anak Anda belajar hal yang sama.
Jadikan kesempatan duduk bersama di meja makan sebagai momen untuk fokus pada hal-hal positif. Misalnya, ungkapkan hal-hal baik di hari tersebut, seperti, “Ayah berhasil mengerjakan proyek di kantor” atau “Ibu bertemu dengan kasir yang baik di kantin”. Lalu, akhiri pembicaraan dengan berbagi satu harapan untuk hari esok.
2. Membangun rasa mampu pada anak
Mulai membuat jadwal atau rutinitas semenjak anak di usia TK adalah hal yang baik. Rutinitasnya sederhana, seperti merapikan tempat tidur, berpakaian, menyikat gigi, atau merapikan kamar. Anak-anak tidak boleh sarapan sebelum mereka menyelesaikan tugasnya.
Tugas harus sesuai dengan umur, misalnya anak usia 2 tahun mengambil mainannya, anak usia 3 tahun menaruh pakaian kotor, anak usia 4 tahun membawa piring kotor ke mesin cuci, anak usia 5 tahun dapat membuang sampah, dan anak usia 6 tahun dapat menyortir pakaian.
Anak-anak tidak akan membangun sifat optimis jika mereka tidak diberikan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya. Memercayakan tugas-tugas akan membuat anak merasa mampu. Selain itu, ide ini bisa membantu pekerjaan Anda.
3. Mendorong anak untuk mengambil risiko
Anda berupaya keras untuk melindungi anak dari rasa sakit dan malu. Misalnya melarang anak untuk bernyanyi di depan teman-teman karena merasa suaranya tidak bagus. Anda khawatir anak akan ditertawakan oleh teman-temannya.
Bisa dimaklumi ketika Anda ingin melindungi anak dari situasi semacam itu. Namun, tidak mendorong anak melakukan aktivitas tertentu karena menganggapnya tidak cukup hebat, akan membangun sisi pesimisme.
Cara membangun sifat optimis adalah biarkan anak bermain sendiri di halaman atau study tour tanpa kehadiran Anda. Seiring berjalannya waktu, libatkan anak pada aktivitas dengan risiko lebih tinggi seperti memanjat dinding batu atau berkemah. Intinya, Anda tidak ingin anak takut mencoba hal-hal baru.
4. Tunggu sebelum bereaksi
Jika anak mengalami masalah di sekolah, misalnya diganggu oleh temannya, sebaiknya Anda tidak langsung membela atau menyelesaikan masalah dengan menelepon guru ataupun orang tua lain. Biarkan anak belajar untuk melindungi diri dan menyelesaikan masalahnya. Hal ini akan meningkatkan perasaan mampu dan membangun sifat optimis di masa depan nanti.
5. Akui kerja keras
Anak mungkin akan mengalami kesulitan pada bidang tertentu, misalnya matematika atau olahraga. Ini akan mengarah pada label negatif, seperti: “saya jelek di matematika”, “saya tidak pintar”, “saya tidak bisa menggambar”, atau “saya tidak bisa main sepak bola”.
Tugas Anda adalah mengubah cara pandang tersebut. Misalnya dengan berkata, “Kamu tidak harus berbakat di bidang atletik, kamu cuma perlu berusaha sedikit lebih baik.” Atau “Ibu tahu kamu belum bisa membaca jam, tetapi kamu pasti akan bisa.” Selain itu, beri tahu bahwa ia bukanlah satu-satunya orang yang merasa kesulitan.
Anda juga harus menyebutkan kemampuan lain yang ia kuasai, seperti, “Apakah kamu ingat saat kamu belum bisa baca dan seberapa besar usaha yang kamu lakukan? Nah, kamu pasti bisa melewati hal ini juga.”
Anda tetap harus melihat realita saat membangun sifat optimis pada anak. Jangan sampai situasi tidak mendukung namun orang tua memaksakan untuk bersikap positif. Nantinya, anak jadi merasa diberi harapan palsu.