Akhir-akhir ini kita sering mendengar berita tentang perundungan atau bullying atau kekerasan yang dialami oleh anak-anak usia sekolah di berbagai tempat di Indonesia. Fenomena ini semakin marak dengan semakin mudahnya anak-anak mengakses media sosial yang banyak mengandung konten kekerasan, juga disebabkan oleh tontonan di televisi yang menyiarkan adegan kekerasan secara tersirat.
Perundungan (bullying) sendiri dalam bahasa Inggris berasal dari kata bully, yang mengandung arti ‘ancaman‘ yang dilakukan seseorang terhadap orang lain baik secara fisik maupun mental yang menimbulkan gangguan psikis bagi korbannya. Ancaman tersebut contohnya menyebarkan gosip yang tidak baik tentang korban, mengerjai korban untuk mempermalukannya, melakukan pemalakan, mengintimidasi korban, bahkan hingga melukai secara fisik.
Korban perundungan atau bullying umumnya orang yang lebih lemah atau ‘rendah‘ dari pelaku. Akibat ancaman tersebut, korban mengalami gangguan fisik maupun psikis yang bisa menyebabkan stres, misalnya susah makan, ketakutan, rendah diri, depresi, hingga terpikir bahkan mencoba bunuh diri.
Korban seringkali membiarkan perlakuan tersebut dan tidak berani melaporkan pelaku karena takut dianggap tukang mengadu, penakut, atau disalahkan. Apalagi karakter anak usia dini yang masih egosentris menganggap semua yang terjadi di sekitarnya adalah akibat dirinya sendiri. Sementara pelaku akan merasa semakin berkuasa dan belajar bahwa mereka tidak akan mengalami risiko apa pun bila melakukan kekerasan terhadap anak lain. Jika dibiarkan, pelaku perundungan atau bullying akan tumbuh dengan potensi besar menjadi preman atau pelaku kriminal.
Perundungan atau bullying bisa terjadi pada berbagai tahapan usia, bahkan juga pada anak usia dini. Anak Anda bisa jadi terlibat dalam praktiknya, baik sebagai pelaku maupun korban. Lalu bagaimana cara melindungi anak Anda dari praktik perundungan?
Jagalah komunikasi dengan anak
Hal yang paling utama dalam mengasuh anak adalah menjaga komunikasi anak dan orang tua tetap baik. Orang tua harus bersikap terbuka atas masalah yang dialami anak. Umumnya anak-anak lebih memilih berbicara dengan teman dekatnya dibandingkan orang tua. Hal itu disebabkan orang tua yang lebih sering mengomel dibandingkan mendengarkan.
Maka jadilah teman bagi anak Anda. Beri pengertian pada anak tentang perilaku buruk yang harus dihindari agar mereka tidak tergoda untuk menindas anak lain. Buka komunikasi agar orang tua bisa menjadi tempat pertama mereka mengadu jika mengalami masalah di sekolah.
Kontrol tontonan televisi dan konten media sosial
Hindari tayangan yang mengandung kekerasan saat anak menonton televisi. Berikan penjelasan pula pada anak mengenai konten media sosial yang baik untuk diakses dan yang tidak.
Amati perubahan perilaku pada anak
Perubahan perilaku pada korban perundungan patut Anda waspadai. Contohnya anak enggan pergi ke sekolah, mengalami penurunan nilai akademik, sering sakit secara tiba-tiba atau mengalami mimpi buruk. Anda dapat menanyakan langsung pada anak, siapa yang melakukan kekerasan pada mereka atau bertanya pada teman dekat anak Anda. Jika Anda mencurigai anak menjadi korban, Anda dapat sedikit menginvasi privasi anak dengan mengecek ponselnya atau mengamati apa yang mereka lakukan di web atau media sosial.
Bicarakan dengan orang tua pelaku perundungan dan pihak sekolah
Jika terbukti anak Anda menjadi korban, bicarakan hal tersebut dengan orang tua pelaku dan diskusikan dengan pihak sekolah. Anda juga bisa mendatangi konselor profesional untuk membantu masalah ini. Jika tidak ada respons positif dari sekolah, sebaiknya pindahkan anak Anda ke sekolah lain.
Bangun percaya diri anak
Pusatkan perhatian anak dengan mengembangkan kelebihan dan potensinya. Anak yang percaya diri tidak akan merasa rendah diri dan takut pada temannya yang merasa lebih superior. Anak juga harus diyakinkan kalau mereka akan mendapatkan pertolongan dari teman, guru, atau orang dewasa lainnya jika ia menjadi korban.
Oleh karena itu, orang tua juga harus membangun komunikasi yang lebih baik dengan berbagai pihak yang terlibat dalam keseharian anak untuk mencegah anak menjadi pelaku maupun korban perundungan.